Sorong – Sidang praperadilan terkait dugaan penyitaan tidak prosedural atas bangkai kapal tongkang milik masyarakat adat yang diajukan oleh Yesaya Saimar kembali digelar di Pengadilan Negeri Sorong. Dalam persidangan, kuasa hukum pemohon menilai eksepsi atau jawaban dari termohon, yakni Polres Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya, dinilai tidak relevan dan keliru secara hukum.
Permohonan praperadilan ini diajukan Yesaya Saimar melalui kuasa hukumnya, Advokat Simon Maurits Soren, S.H., M.H. dan Advokat Bambang Wijanarko, S.H. Mereka menilai aparat kepolisian diduga melakukan penyitaan tanpa prosedur yang sah terhadap bangkai kapal tongkang yang selama ini menjadi jaminan sengketa utang antara masyarakat adat dan pihak perusahaan.
Dalam eksepsinya, pihak termohon menyatakan permohonan praperadilan tidak jelas dan kabur (obscuur libel) serta menegaskan bahwa objek praperadilan tidak mencakup perkara yang sedang berada pada tahap penyelidikan. Termohon juga menyebut bahwa tindakan aparat bukanlah penyitaan formal, melainkan hanya penitipan barang.
Kuasa hukum pemohon membantah dalil tersebut. Menurut mereka, Pasal 77 KUHAP secara tegas memasukkan sah atau tidaknya tindakan penyitaan sebagai objek praperadilan, apalagi telah ditegaskan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014. Oleh karena itu, permohonan yang diajukan dinilai tepat dan sesuai mekanisme hukum.
“Pemohon tidak mempermasalahkan substansi penyelidikan, tetapi tindakan penguasaan barang yang diduga dilakukan di luar prosedur hukum. Pengambilan barang milik warga tanpa dasar hukum sah merupakan ranah praperadilan,” papar Tim Kuasa Hukum Yesaya Saimar usai sidang.
Terkait dalil bahwa tidak ada penyitaan sehingga tidak perlu surat penyitaan, pemohon menilai argumentasi tersebut kontradiktif. Menurutnya, tindakan mengambil dan menguasai barang milik warga tanpa surat penyitaan justru menjadi inti keberatan yang diuji dalam praperadilan ini.
Kasus ini menarik perhatian publik karena berkaitan dengan dugaan pelanggaran prosedur oleh aparat penegak hukum dalam menangani sengketa yang melibatkan masyarakat adat. Sejumlah pihak mendorong transparansi dan profesionalitas aparat dalam proses hukum agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.
Sidang praperadilan dijadwalkan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan alat bukti dari kedua belah pihak.
Pewarta : Red/Tim


 
			 
		 
                                
                              
		 
		 
		 
		 
		 
		 
		