BANDA ACEH — Ketua Fraksi Partai NasDem Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang juga Anggota Komisi III, Nurchalis, S.P., M.Si, mengingatkan bahwa masa depan pertambangan Aceh tidak boleh hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Pemerintah, kata dia, harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) muda Aceh agar bisa ikut berperan dalam industri tambang dan tidak hanya menjadi penonton di tanah sendiri.
Pernyataan itu disampaikan Nurchalis dalam Diskusi Publik “Masa Depan Pertambangan Aceh: Harapan atau Ancaman”, yang membahas arah pembangunan sektor tambang dan keterlibatan masyarakat lokal.
“Melihat perkembangan dan tumbuhnya sektor pertambangan, baik minerba maupun migas termasuk rencana kehadiran perusahaan Mubadala ke depan tentunya kita harus mempersiapkan sumber daya manusia yang memadai. Sebab, mereka inilah yang akan menjadi perekat emosional di masa mendatang. Perekat emosional itu dapat tercermin melalui program CSR, PJSLP, maupun kehadiran tenaga kerja lokal di berbagai bagian perusahaan. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan kesempatan kerja dan tidak hanya menjadi penonton di daerah sendiri,” ujarnya.
Nurchalis menekankan pentingnya peran Pemerintah Aceh dalam mempersiapkan tenaga kerja lokal yang kompeten, terutama melalui lembaga pendidikan dan pelatihan.
“Pemerintah Aceh harus hadir. Kita punya dasar di STM, di BPSDM, dan juga bisa bekerjasama dengan BLK. Di sana bisa dilatih kepala teknik tambang (KTT), tenaga operator, hingga keahlian smelter. Ini harus diperkuat karena ke depan kebutuhan tenaga kerja tambang akan sangat besar,” tegasnya
Ia menjelaskan, Komisi III DPRA terus membahas regulasi pertambangan agar pembangunan sektor ini berjalan berkelanjutan (sustainable) dengan keterlibatan masyarakat.
“Kita tidak boleh menutup diri terhadap investasi. Dengan izin yang legal, kita bisa mendapatkan pendapatan daerah, sekaligus mengawal lingkungan. Tapi kalau tidak ada izin, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap lubang-lubang tambang yang menganga di tengah hutan hari ini?” ujarnya
Lebih jauh, Nurchalis menekankan bahwa pengelolaan tambang di Aceh harus berlandaskan nilai-nilai syariah Islam yang menjunjung keadilan dan keberkahan.
“Rakyat Aceh itu hidup dalam nilai-nilai syariah. Artinya, yang legal itu halal. Jangan di satu sisi kita gebyarkan investasi, tapi di sisi lain kita tutup ruang yang sah. Kalau begitu, Allah pun tidak akan ridha. Kita harus sejalan antara hati, kata, dan tindakan,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran investasi tambang di Aceh seharusnya menjadi jawaban bagi harapan generasi muda, bukan menjadi sumber masalah baru.
“Lapangan kerja makin sempit, usaha makin terbatas. Kalau tidak ada investasi, bagaimana generasi Aceh bisa maju? Tapi tentu investasi yang kita dorong harus beretika, berpihak pada rakyat, dan berwawasan lingkungan,” tambahnya.
Nurchalis menegaskan, setiap sektor memiliki dampak positif dan negatif, namun pemerintah dan legislatif harus hadir untuk meminimalisir dampak buruknya.
“Tidak ada investasi tanpa risiko. Tapi bagaimana kita berkolaborasi untuk mengubah hal-hal negatif menjadi positif. Kalau semua izin tambang yang sudah ada aktif, bayangkan berapa banyak tenaga kerja terserap,” ujarnya.
Sebagai contoh, ia menyebut PT MIFA Bersaudara di Aceh Barat saat ini mempekerjakan sekitar 3.600 orang, baik sebagai karyawan tetap, karyawan lepas, maupun tenaga kerja di vendor-vendor lokal yang menjadi mitra perusahaan. Jika diakumulasikan, jumlahnya mendekati 3.600 orang. Tentu saja, sebagian besar dari mereka adalah putra-putri daerah setempat,” Ujarnya.
“MIFA setiap tahun menyumbang sekitar Rp51 miliar untuk CSR di tiga wilayah, dan menyumbang ratusan miliar ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi maupun kabupaten. Ini hal positif yang harus kita lestarikan,” kata Nurchalis.
Menutup pernyataannya, Nurchalis kembali menekankan bahwa masa depan tambang Aceh harus dirancang dengan visi keadilan sosial dan kemandirian ekonomi rakyat.
“Mari kita cari langkah terbaik agar masyarakat terlibat, terutama generasi muda. Adik-adik sarjana harus punya ruang kerja di sektor pertambangan. Jangan hanya jadi penonton di tanah kelahirannya sendiri,” pungkasnya.
Pewarta : Alfian


