Johor Bahru, Kamis (9/10/2025) –
Isu perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) non-prosedural atau ilegal di Malaysia kembali mencuat. Di tengah janji konstitusi untuk melindungi setiap warga negara, kenyataan di lapangan justru memilukan. Banyak WNI yang sakit keras hingga meninggal dunia, serta mereka yang terjerat masalah hukum, kerap mendengar jawaban serupa dari perwakilan negara: “tidak ada anggaran.”
WNI Sakit Tak Tertolong, Ormas Jadi Penjamin
Di Johor Bahru, tercatat beberapa WNI ilegal meninggal dunia karena terlambat mendapat perawatan medis. Proses pemulangan jenazah pun seringkali memakan waktu panjang akibat ketiadaan biaya. Ironisnya, sejumlah organisasi masyarakat (ormas) WNI di Malaysia harus menjadi penjamin rumah sakit atau bahkan mencicil biaya perawatan dari kantong pribadi.
Tak jarang, ormas meminta donasi terbuka dan mengandalkan kiriman dana dari keluarga pasien di Indonesia untuk menutup ongkos rawat inap maupun pemulangan jenazah. Situasi ini menambah beban keluarga yang sudah kesulitan ekonomi.
Masalah Hukum Tanpa Pendampingan
Dalam ranah hukum, WNI ilegal yang ditangkap aparat Malaysia harus melalui proses mahkamah sebelum masuk penjara atau depo imigrasi. Namun, banyak dari mereka tidak mendapatkan pendampingan hukum memadai. Akibatnya, mereka menghadapi sidang tanpa pembelaan, rentan menerima hukuman lebih berat.
Keterbatasan anggaran perlindungan menjadi alasan klasik. Bahkan, sebagian pejabat berkilah dengan kalimat bernada menyalahkan: “makanya jangan ilegal.”
Amanat Konstitusi Tertabrak Anggaran
Secara hukum, status ilegal tidak menghapus hak WNI untuk memperoleh bantuan dasar negara, khususnya dalam kondisi darurat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan antara amanat konstitusi dan realitas perlindungan.
Dana Perlindungan WNI (DPWNI) selama ini dianggap sangat kecil dibanding jumlah kasus yang mencapai puluhan ribu tiap tahun. Pos anggaran pun lebih sering difokuskan pada kasus high profile seperti ancaman hukuman mati atau evakuasi massal, sementara kasus kemanusiaan sehari-hari luput dari perhatian.
Dampak Fatal Ketiadaan Anggaran
Minimnya intervensi negara dapat berujung pada konsekuensi serius:
Kematian di tahanan/shelter karena tidak mendapat perawatan medis cepat.
Hilangnya hak hukum, WNI diproses tanpa pendampingan sehingga dihukum lebih berat.
Jeratan TPPO, karena terpaksa berutang pada sindikat atau calo untuk biaya pemulangan.
“Ketika seseorang sudah sakit dan tidak berdaya, tidak seharusnya lagi ada pertanyaan soal status keimigrasian atau anggaran. Itu adalah tugas kemanusiaan negara,” tegas seorang aktivis WNI di Johor Bahru.
Dorongan Perubahan dan Komitmen Nyata
Transformasi BP2MI menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) seharusnya memperkuat komitmen perlindungan. Status kementerian mestinya memberi daya tawar sekaligus kekuatan anggaran lebih besar.
Beberapa langkah konkret yang mendesak dilakukan pemerintah antara lain:
1. Audit dan transparansi anggaran DPWNI agar lebih fleksibel untuk kasus darurat.
2. Sinergi lintas kementerian, melibatkan Kemlu, KemenP2MI, Kemensos, hingga pemda untuk berbagi beban biaya pemulangan.
3. Dana kontingensi darurat di KBRI/KJRI yang bisa digunakan cepat tanpa hambatan birokrasi.
Negara Jangan Absen
Jeritan WNI di Malaysia tidak boleh lagi dijawab dengan alasan klasik “tidak ada anggaran.” Kewajiban negara melindungi warga negaranya adalah mutlak, kapan pun dan di manapun mereka berada. Mengabaikan hal ini sama saja dengan mengkhianati konstitusi serta melemahkan kehadiran negara di mata rakyat. Ujarnya
Pewarta : Tim/Red