Program Prioritas Pendidikan Dinilai Harus Dibiayai APBD, Bukan Dana BOS

SUARA PAGI
5 Min Read

Makassar – Sejumlah masyarakat dan kalangan pendidik di Sulawesi Selatan menyuarakan kritik sekaligus masukan terkait kebijakan pendanaan program prioritas Gubernur, seperti Smart School dan inovasi pendidikan lainnya. Mereka menilai, seharusnya program-program strategis tersebut dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), bukan dibebankan pada Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersumber dari APBN.

Menurut para pendidik, penggunaan Dana BOS untuk menopang agenda besar pemerintah provinsi dianggap tidak relevan dan berpotensi menimbulkan keresahan di tingkat sekolah. “Kalau masih mengandalkan BOS, kepala sekolah justru terbebani. Padahal dana itu sudah jelas peruntukannya untuk operasional sekolah, bukan untuk menutupi program besar pemerintah,” ungkap salah seorang praktisi pendidikan di Makassar, Jum’at (3/10/2025).

Kritik ini lahir dari kekhawatiran akan munculnya praktik komersialisasi dalam dunia pendidikan apabila konsep pembangunan tidak diselaraskan dengan regulasi penggunaan anggaran. Masyarakat menilai, konsepsi besar seperti Smart School harus dibangun bersama dan dibiayai dengan sumber anggaran yang tepat agar tidak menyalahi fungsi Dana BOS.

“Kalau terus dipaksakan dari BOS, ini sama saja membebani sekolah. Dana BOS itu terbatas dan prioritasnya adalah mendukung operasional dasar, bukan sosialisasi aplikasi atau kegiatan seremonial,” tambah sumber yang sama.

Lebih jauh, masyarakat juga menyoroti praktik penggunaan Dana BOS dalam kegiatan sosialisasi program Smart School. Disebutkan, beberapa oknum staf Dinas Pendidikan turun langsung ke kabupaten/kota sebagai narasumber, namun honorarium mereka justru dibiayai melalui Dana BOS sekolah.

“Kenapa bukan cabang dinas yang diberdayakan untuk itu? Kalau memang ada sosialisasi, semestinya dibiayai dari APBD, bukan dari BOS. Cara seperti ini hanya menambah beban sekolah,” ujar seorang kepala sekolah di wilayah Sulsel.

Pakar pendidikan dari beberapa Universitas di Makassar, menegaskan bahwa kebijakan penggunaan Dana BOS harus sesuai dengan juknis yang ditetapkan Kementerian Pendidikan, dan tidak bisa dialihkan untuk membiayai program prioritas provinsi.

“BOS adalah instrumen APBN yang ditujukan untuk menunjang kebutuhan langsung peserta didik dan sekolah. Jika kemudian dipakai untuk kegiatan seperti sosialisasi program gubernur, apalagi dengan mendanai narasumber, itu sudah keluar dari substansinya,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah provinsi tidak menggeser tanggung jawab anggaran ke sekolah. “Kalau program itu prioritas gubernur, maka jelas logikanya harus dibiayai APBD. Jangan sampai kebijakan baik justru menimbulkan praktik maladministrasi. Kalau dipaksakan, sekolah bisa terjerat masalah hukum,” tegasnya.

Mengacu pada Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler, Dana BOS hanya diperbolehkan digunakan untuk kegiatan operasional sekolah yang mendukung langsung pembelajaran siswa, seperti pengadaan buku, kegiatan ekstrakurikuler, honor guru honorer, perawatan sarana, dan peningkatan mutu pembelajaran.

Dalam aturan tersebut tidak ada ruang bagi sekolah untuk membiayai program prioritas pemerintah provinsi atau kegiatan sosialisasi yang menghadirkan narasumber dari luar sekolah. Bahkan, Kementerian Pendidikan menegaskan bahwa penggunaan BOS harus sesuai juknis, dan penyalahgunaan dana dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa kewenangan pendidikan menengah ada pada pemerintah provinsi, sehingga pembiayaan program prioritas gubernur mestinya diambil dari APBD provinsi, bukan dari alokasi BOS di sekolah.

Mengacu pada Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler, terdapat ketentuan jelas yang membatasi penggunaan BOS:

– Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Dana BOS digunakan untuk mendanai kegiatan operasional sekolah non-personalia dan dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran.

– Pasal 5 ayat (2) menegaskan penggunaan Dana BOS harus sesuai dengan komponen kegiatan yang diatur dalam juknis, di antaranya: penyediaan kegiatan pembelajaran, perawatan sarana prasarana, honor tenaga pendidik non-ASN, pengembangan perpustakaan, hingga kebutuhan siswa kurang mampu.

– Pasal 11 menekankan bahwa kepala sekolah wajib menggunakan Dana BOS sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang disusun bersama dewan guru dan komite sekolah, serta tidak boleh digunakan untuk kepentingan di luar ketentuan juknis.

Dengan aturan ini, jelas bahwa penggunaan BOS untuk membiayai program prioritas provinsi, termasuk sosialisasi Smart School dengan narasumber dari luar sekolah, tidak memiliki dasar hukum.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa urusan pendidikan menengah menjadi kewenangan provinsi. Artinya, pendanaan program prioritas gubernur seharusnya dialokasikan melalui APBD Provinsi, bukan melalui dana BOS yang merupakan bagian dari APBN.

Dengan berbagai masukan ini, masyarakat berharap pemerintah provinsi dapat mengevaluasi pola pendanaan dan memastikan bahwa program prioritas gubernur tidak merugikan sekolah maupun siswa. “Jangan sampai kebijakan yang niatnya bagus malah kontraproduktif. APBD harus jadi penopang utama agar dunia pendidikan tetap bersih dari praktik komersialisasi,” tutupnya.

 

Pewarta : SAD/Red

Share This Article
Tidak ada komentar